Sebelum memulai pertempuran penting, kesatria cahaya bertanya pada dirinya sendiri, "Seberapa jauh aku telah mengasah dan mengembangkan kemampuan-kemampuanku?"
Dia tahu bahwa dia belajar sesuatu dari setiap pertempuran, namun banyak dari pelajaran tersebut menimbulkan penderitaan yang tidak perlu. Lebih dari sekali dia telah membuang-buang waktu dengan bertempur demi sebuah dusta. Dan dia pernah menanggung penderitaan demi orang-orang yang tidak layak mendapatkan cintanya.
Para pemenang tak pernah melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kali. Itulah sebabnya sang kesatria hanya mempertaruhkan hatinya untuk hal-hal yang memang layak diperjuangkan.
-Paulo Coelho-
Jumat, 24 Juli 2015
KeSatria Cahaya
Kesatria cahaya tahu, banyak hal yang patut disyukurinya.
Dalam perjuangannya dia dibantu para malaikat; kekuatan surgawi menempatkan tiap hal pada tempatnya, sehingga dapatlah dia memberikan yang terbaik dari dirinya.
Sahabat-sahabatnya berkata, "Beruntunglah dia!"
Dan memang, sang kesatria kadangkala dapat mencapai hal-hal yang jauh di atas kemampuannya.
Itu sebabnya, ketika senja tiba, dia berlutut dan memanjatkan ucapan syukur kepada Jubah Pelindung yang telah melingkupinya.
Namun demikian, luapan rasa syukurnya tidak hanya diperuntukkan bagi dunia spiritual; dia tak pernah melupakan teman-temannya, sebab darah mereka telah menyatu dengan darahnya di medan pertempuran.
Kesatria cahaya tak perlu diingatkan akan pertolongan yang telah diterimanya dari orang-orang lain; dialah yang pertama-tama mengingatnya, dan dia tak lupa berbagi semua ganjaran yang diterimanya dengan mereka.
-Paulo Coelho-
Dalam perjuangannya dia dibantu para malaikat; kekuatan surgawi menempatkan tiap hal pada tempatnya, sehingga dapatlah dia memberikan yang terbaik dari dirinya.
Sahabat-sahabatnya berkata, "Beruntunglah dia!"
Dan memang, sang kesatria kadangkala dapat mencapai hal-hal yang jauh di atas kemampuannya.
Itu sebabnya, ketika senja tiba, dia berlutut dan memanjatkan ucapan syukur kepada Jubah Pelindung yang telah melingkupinya.
Namun demikian, luapan rasa syukurnya tidak hanya diperuntukkan bagi dunia spiritual; dia tak pernah melupakan teman-temannya, sebab darah mereka telah menyatu dengan darahnya di medan pertempuran.
Kesatria cahaya tak perlu diingatkan akan pertolongan yang telah diterimanya dari orang-orang lain; dialah yang pertama-tama mengingatnya, dan dia tak lupa berbagi semua ganjaran yang diterimanya dengan mereka.
-Paulo Coelho-
Selasa, 21 Juli 2015
Pulau Harapan, Memanjakan Mata di Jakarta
Tahun ini cuma dapat libur lebaran 2 hari. Dan sepertinya sayang
kalau hanya digunakan tidur-tiduran aja di kos. Maka berangkatlah saya menuju
Pulau Harapan. Salah satu pulau di kepulauan seribu.
Sabtu, 18 Juli 2015
Tak Mudah Patah
Hidup yang kering akan mudah terombang ambingkan. Akan mudah
patah. Akan mudah terbakar.
Maka jangan biarkan hidup kita kering.
Siramilah jiwa kita.
Dengan kesejukan firmanNya.
Jadi seperti kapas yang larut dalam FirmanNya, menyerap air
kehidupan dan mengizinkan jiwa kita bersatu bersama Tuhan.
Jadi sebuah pohon yang berakar dalam FirmanNya,
Hidup dengan Firman (air kehidupanNya),
Bertumbuh karena FirmanNya,
Dengan Akar yang makin Kuat, maka akan diperbesar juga
kapasitas kita menyerap air (FirmanNya)
Maka kehidupan kita akan tumbuh dengan baik.
Maka kehidupan kita akan berbuah baik.
Tidak mudah goyah, Tidak Mudah Patah dan Tidak Mudah
Terbakar.
Stay cool... have a wonderful life in Christ
Biasanya
Biasanya, setelah melewati jalan yang terjal seseorang akan menemukan pemandangan yang menakjubkan.
Biasanya, gesekan antara kerang dan pasir di dalamnya akan menghasilkan mutiara yang indah.
Biasanya, besi yang dibakar dan ditempa akan menjadi besi yang lebih kuat.
Biasanya...
Namun semua terserah padaMu Tuhan,,
akan Kau jadikan aku seperti apa, terserah padaMu. Karena 100 persen aku milikMu.
Biasanya, gesekan antara kerang dan pasir di dalamnya akan menghasilkan mutiara yang indah.
Biasanya, besi yang dibakar dan ditempa akan menjadi besi yang lebih kuat.
Biasanya...
Namun semua terserah padaMu Tuhan,,
akan Kau jadikan aku seperti apa, terserah padaMu. Karena 100 persen aku milikMu.
Selasa, 14 Juli 2015
Tuhan Punya Waktu Terbaik
Aku masih berjuang saat ini. Namun sepertinya aku sendiri tidak suka dengan kata berjuang. Aku lebih menikmati ini semua sebagai sebuah proses. Sebuah proses menuju ”Iman bahwa Tuhan Punya Waktu Terbaik” dan juga sebuah proses menuju ”Waktu Terbaik” itu sendiri.
Proses yang harus aku jalani.
Yang harus aku isi sendiri dengan melakukan setiap hal yang membangun diriku dan membawa aku semakin berkenan bagiNya.
Aku sendiri telah menerima banyak ”Waktu Terbaik” dari Tuhan.
Waktu terbaik saat seseorang yang aku cintai sejak waktu yang lama, datang dan mengatakan kata-kata yang memang aku harapkan. (aku tetap menganggap itu waktu terbaik, meski saat ini kami tidak berproses bersama)
Waktu terbaik ketika aku diterima sebagai CPNS. (Anugrah besar yang sebelumnya tidak pernah aku pikirkan).
Melalui waktu-waktu terbaik yang sudah Tuhan jadikan dalam hidupku, aku makin mengimani bahwa ”Tuhan punya waktu terbaik”. Bahkan untuk hal-hal yang tidak pernah kita rencanakan. Aku mengimani bahwa Tuhan merencanakan yang terbaik bagiku.
Dan tentu saja, masih banyak lagi ”Waktu Terbaik” yang akan Tuhan jadikan dalam hidupku.
Aku tidak tahu kapan ”Waktu Terbaik” itu akan datang lagi. Kadang memang aku tidak sabar menantinya. Dalam penantian ”Waktu Terbaik” ini kadang aku lemah. Lemah oleh kedaginganku, lemah oleh segala iming-iming indahnya dunia (ini manusiawi...hihi) bahkan juga aku sering kali merasa dilemahkan oleh orang-orang terdekat.
”Usaha...action!!!” ”Jangan hanya menunggu...”
Kadang aku tidak bisa membantah ungkapan-ungkapan itu. Mungkin mereka menganggapku kurang berusaha.
Ya mungkin aku kurang berusaha.Jika memang iya benar aku kurang berusaha, aku berdoa semoga Tuhan segera mengubahkan sikapku, sikap hatiku.
Bagiku sendiri, hanya satu usaha yang bisa aku lakukan. Aku berusaha tahu kehendak Tuhan, aku berusaha hidup semakin berkenan kepadaNya. Ya satu-satunya usahaku adalah berdoa.
Mungkin bagi mereka doa saja tidak cukup. Tapi sungguh bagiku itu cukup.
Aku cukup merasakan damai sejahtera dengan setiap usahaku mendekat kepadaNya. Dalam setiap usahaku itu aku menemukan sukacita dan kekuatan.
Ya, itu disitu aku temukan sukacita dan kekuatan. Sebuah anugrah yang tidak aku temukan saat aku melalukan usaha yang lain.
Mungkin...memang belum waktuNya aku untuk melakukan usaha itu. Sehingga ia tidak memberiku damai sejahtera ketika aku melakukan usaha yang lain.
Ya. Saat ini damai sejahtera itu hanya aku temukan ada di dalam doa. Bukan dalam usaha yang lain......”dalam doa untukmu”
Jika aku tidak berusaha mengejar ”Waktu Terbaik” bukan berarti aku tak melakukan apapun.
Aku mengisi penantian ”Waktu Terbaik” dengan melakukan setiap hal yang membangun. Membangun diriku, lingkunganku, keluargaku, imanku, pekerjaanku, persahabatanku.
Aku mengimani bahwa ”Waktu Terbaik” adalah anugrah Tuhan. Itu bukan hasil usahaku.
”Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah” Efesus 2:8
Proses yang harus aku jalani.
Yang harus aku isi sendiri dengan melakukan setiap hal yang membangun diriku dan membawa aku semakin berkenan bagiNya.
Aku sendiri telah menerima banyak ”Waktu Terbaik” dari Tuhan.
Waktu terbaik saat seseorang yang aku cintai sejak waktu yang lama, datang dan mengatakan kata-kata yang memang aku harapkan. (aku tetap menganggap itu waktu terbaik, meski saat ini kami tidak berproses bersama)
Waktu terbaik ketika aku diterima sebagai CPNS. (Anugrah besar yang sebelumnya tidak pernah aku pikirkan).
Melalui waktu-waktu terbaik yang sudah Tuhan jadikan dalam hidupku, aku makin mengimani bahwa ”Tuhan punya waktu terbaik”. Bahkan untuk hal-hal yang tidak pernah kita rencanakan. Aku mengimani bahwa Tuhan merencanakan yang terbaik bagiku.
Dan tentu saja, masih banyak lagi ”Waktu Terbaik” yang akan Tuhan jadikan dalam hidupku.
Aku tidak tahu kapan ”Waktu Terbaik” itu akan datang lagi. Kadang memang aku tidak sabar menantinya. Dalam penantian ”Waktu Terbaik” ini kadang aku lemah. Lemah oleh kedaginganku, lemah oleh segala iming-iming indahnya dunia (ini manusiawi...hihi) bahkan juga aku sering kali merasa dilemahkan oleh orang-orang terdekat.
”Usaha...action!!!” ”Jangan hanya menunggu...”
Kadang aku tidak bisa membantah ungkapan-ungkapan itu. Mungkin mereka menganggapku kurang berusaha.
Ya mungkin aku kurang berusaha.Jika memang iya benar aku kurang berusaha, aku berdoa semoga Tuhan segera mengubahkan sikapku, sikap hatiku.
Bagiku sendiri, hanya satu usaha yang bisa aku lakukan. Aku berusaha tahu kehendak Tuhan, aku berusaha hidup semakin berkenan kepadaNya. Ya satu-satunya usahaku adalah berdoa.
Mungkin bagi mereka doa saja tidak cukup. Tapi sungguh bagiku itu cukup.
Aku cukup merasakan damai sejahtera dengan setiap usahaku mendekat kepadaNya. Dalam setiap usahaku itu aku menemukan sukacita dan kekuatan.
Ya, itu disitu aku temukan sukacita dan kekuatan. Sebuah anugrah yang tidak aku temukan saat aku melalukan usaha yang lain.
Mungkin...memang belum waktuNya aku untuk melakukan usaha itu. Sehingga ia tidak memberiku damai sejahtera ketika aku melakukan usaha yang lain.
Ya. Saat ini damai sejahtera itu hanya aku temukan ada di dalam doa. Bukan dalam usaha yang lain......”dalam doa untukmu”
Jika aku tidak berusaha mengejar ”Waktu Terbaik” bukan berarti aku tak melakukan apapun.
Aku mengisi penantian ”Waktu Terbaik” dengan melakukan setiap hal yang membangun. Membangun diriku, lingkunganku, keluargaku, imanku, pekerjaanku, persahabatanku.
Aku mengimani bahwa ”Waktu Terbaik” adalah anugrah Tuhan. Itu bukan hasil usahaku.
”Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah” Efesus 2:8
Senin, 06 Juli 2015
Damai Sejahtera
Dulu aku pernah
berkata kepada sahabatku..
Aku hanya ingin
bahagia...
Tapi kenapa aku
saat ini tidak bahagia?
Orang bilang
bahagia itu bisa dibuat, tapi kenapa saat ini aku tidak bisa membuatnya.
Kemudian ia
menjawab
”Kebahagiaan itu
dibuat sepaket dengan kesedihan”
Ya benar sekali,
aku sedih saat itu.
Aku sedih dengan
keadaanku.
Aku sudah
berusaha menerima keadaan itu, agar aku bahagia
Tapi tidak bisa,
aku tetap sedih,
Kemudian aku
terus berusaha mencari kebahagiaan itu
Aku membohongi
kesedihan dengan aku berpura-pura bahagia
Dalam perjalanan
membohongi kesedihan
Aku pun berdoa
meminta kepada Tuhan untuk memberiku kebahagiaan yang benar-benar bahagia,
Kenyataannya
permohonanku tidak dikabulkanNya
Keadaanku tidak
berubah, aku menyedihkan,
Ya aku menyedihkan
dimata orang lain
Ya kadang aku
sendiri merasa keadaanku menyedihkan
Namun
Kenyataannya
permohonanku dijawabNya,
Temanku benar,
memang kebahagiaan diciptakan satu paket dengan kesedihan
Kenyataannya kini
Tuhan memberikanku bekal untuk melewati kebahagiaan dan kesedihan ini
Ia melengkapiku
dengan ”Damai Sejahtera”
Damai Sejahtera
yang melebihi segala akal
Damai Sejahtera
Alllah yang melampui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu dalam
Kristus Yesus. Filipi 4:7
Langganan:
Postingan (Atom)