Di tempat ini
kita bisa melihat bagaimana perkembangan media massa dari jaman ke jaman,
terutama media cetak. Koran atau surat kabar dari jaman ke jaman bisa kita
temukan di tempat ini. Bahkan Koran dari Belanda dengan tahun 1876 serta
majalah dari India dengan tahun 1913 pun masih tersimpan di tempat ini. Majalah
kejawen yang di tulis dengan aksara Jawa juga banyak di simpan dan juga dipamerkan di sini.
Di Monumen Pers
Indonesia, yang terletak di pusat kota Solo ini sejarah-sejarah pers Indonesia
di abadikan. Momen akbar ketika Keraton Surakarta mengadakan siaran langsung
yang bisa ditangkap oleh radio di Den Haag, Belanda adalah salah sejarah besar
bagi bangsa Indonesia. Siaran ini dilakukan untuk menyiarkan rangkaian gending
jawa yang di tabuh langsung dari Keraton Solo untuk mengiringi Putri Sri
Mangkunegoro VII, Gusti Nurul yang sedang menari serimpi pada pernikahan Ratu
Yuliana dan Pangeran Benhard di Istana Noordine Belanda, tahun 1939. Siaran
langsung ini adalah siaran langsung terjauh yang pernah di lakukan dalam
sejarah bangsa Indonesia.
Radio Kuno dan Portable
Mixer. Portable mixer ini digunakan untuk siaran dari istana dan tempat-tempat
lain antara tahun 1949-1966. Portable Mixer ini adalah bekas milik Radio Nirom
Selain itu banyak
lagi sejarah perjalanan Pers Indonesia yang tersimpan di sini. Berbagai alat
komunikasi tradisional, mulai dari Tahore, Tifa dan Kentongan terpajang di
sini. Kamera dan mesin ketik dengan berbagai model yang berasal dari berbagai
negara terpajang di ruang pamer. Plat cetakan perdana Koran Kedaulatan Rakyat
pun ikut menghiasi salah satu sisi ruang pameran
Plat Cetak perdana Koran Kedaulatan
Rakyat. Dalam cetak pertamanya pada 27 September 1945 koran ini memuat
wawancara dengan Presiden Soekarno yang menegaskan kemerdekaan Indonesia
ini bukan hadiah dari Jepang.
Kisah tentang
Faud Muhammad Syafruddin, wartawan Harian Bernas yang meninggal karena
penganiyaan juga tersimpan di sini. Kamera dan juga tas yang selalu bersama
Udin saat melakukan peliputan semasa hidupnya, kini terpajang di salah satu
sudut ruang pameran.
Seorang pengunjung menyaksikan
koleksi peninggalan Pers Indonesia di salah satu sisi ruang pamer.
Selain disuguhi
sejarah perjalanan Pers Indonesia dan juga benda-benda terkait dunia Pers di
Ruang Pamer. Di Monumen Pers ini kita juga bisa menyaksikan proses digitalisasi
koran-koran Kuno. Ada lebih dari satu juta eksemplar media cetak dari seluruh
Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda yang sudah di jadikan e-paper. Jadi
kita bisa menikmati tampilan koran-koran lama tersebut melalui layar komputer
yang sudah di sediakan pengelola. ”Untuk koran yang sudah dijadikan e-paper
adalah koran sebelum tahun 1980. Ada yang tahun 1930-an, tapi ada satu yang
juga sebelum tahun 1900-an,” ungkap Trijuliani, salah satu staf Monumen Pers
Indonesia.
Koleksi koran-koran kuno
yang dipamerkan di Monumen Pers.Koran tertua yang ada di sini adalah 1876
dengan nama Nederlandsch Indie.
Salah seorang pengunjung sedang
menyaksikan Koran-koran kuno yang sudah didigitalisasi. Ada banyak koran
kuno yang sudah bisa disaksikan dengan tampilan e-paper.
Monumen ini beralamat di jalan Gajah Mada 59 atau 500 kilometer ke arah utara dari Jalan Slamet Riyadi, Solo. Sangat mudah untuk di jangkau.
Bisa juga baca ini:
http://www.jakpost.travel/news/learning-indonesias-press-history-in-solo-zcJyIxmus6OeDLvZ.html
Kamera Kuno yang terdiri dari lensa
dan sasis(tempat klise) digunakan sekitar tahun 1960-an.
Salah satu koleksi foto yang ada di
ruang pamer. Banyak foto-foto peristiwa penting negeri ini yang bisa
disaksikan disini
Suasana Perpustakaan
yang berada di salah satu ruangan di Monumen Pers. Perpustakaan dibuka untuk
umum, kebanyakan pengunjungnya adalah mahasiswa
Proses digitalisasi koran-koran kuno.
Hingga kini proses digitalisasi terus dilakukan. Dengan menggunakan tiga
unit peralatan, setiap harinya 600 halaman berhasil didigitalisasi.
Berbagai jenis koran dari seluruh
Indonesia menjadi salah satu koleksi Monumen Pers Indonesia.
Pengunjung sedang berfoto-foto di
antara foto-foto yang disajikan di ruang pamer Gedung Induk Monumen Pers
Nasional.
Patung Perintis Pers Indonesia.
Mereka adalah; R.M. Bintari, Dr. Danudirja Setiabudhi, Dr. Abdul Rivai, R. Bakrie Soeriatmadja
dan Soetopo Wonobojo (dari kiri ke kanan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar