Kamis, 06 November 2014

Sejarah Pres Indonesia Ada di Sini

 

Di tempat ini kita bisa melihat bagaimana perkembangan media massa dari jaman ke jaman, terutama media cetak. Koran atau surat kabar dari jaman ke jaman bisa kita temukan di tempat ini. Bahkan Koran dari Belanda dengan tahun 1876 serta majalah dari India dengan tahun 1913 pun masih tersimpan di tempat ini. Majalah kejawen yang di tulis dengan aksara Jawa juga banyak  di simpan dan juga dipamerkan di sini.



Di Monumen Pers Indonesia, yang terletak di pusat kota Solo ini sejarah-sejarah pers Indonesia di abadikan. Momen akbar ketika Keraton Surakarta mengadakan siaran langsung yang bisa ditangkap oleh radio di Den Haag, Belanda adalah salah sejarah besar bagi bangsa Indonesia. Siaran ini dilakukan untuk menyiarkan rangkaian gending jawa yang di tabuh langsung dari Keraton Solo untuk mengiringi Putri Sri Mangkunegoro VII, Gusti Nurul yang sedang menari serimpi pada pernikahan Ratu Yuliana dan Pangeran Benhard di Istana Noordine Belanda, tahun 1939. Siaran langsung ini adalah siaran langsung terjauh yang pernah di lakukan dalam sejarah bangsa Indonesia.

 

Radio Kuno dan Portable Mixer. Portable mixer ini digunakan untuk siaran dari istana dan tempat-tempat lain antara tahun 1949-1966. Portable Mixer ini adalah bekas milik Radio Nirom


Selain itu banyak lagi sejarah perjalanan Pers Indonesia yang tersimpan di sini. Berbagai alat komunikasi tradisional, mulai dari Tahore, Tifa dan Kentongan terpajang di sini. Kamera dan mesin ketik dengan berbagai model yang berasal dari berbagai negara terpajang di ruang pamer. Plat cetakan perdana Koran Kedaulatan Rakyat pun ikut menghiasi salah satu sisi ruang pameran



Plat Cetak perdana Koran Kedaulatan Rakyat. Dalam cetak pertamanya pada 27 September 1945 koran ini memuat wawancara dengan Presiden Soekarno yang menegaskan kemerdekaan Indonesia ini bukan hadiah dari Jepang.

Kisah tentang Faud Muhammad Syafruddin, wartawan Harian Bernas yang meninggal karena penganiyaan juga tersimpan di sini. Kamera dan juga tas yang selalu bersama Udin saat melakukan peliputan semasa hidupnya, kini terpajang di salah satu sudut ruang pameran.


 Seorang pengunjung menyaksikan koleksi peninggalan Pers Indonesia di salah satu sisi ruang pamer.


Selain disuguhi sejarah perjalanan Pers Indonesia dan juga benda-benda terkait dunia Pers di Ruang Pamer. Di Monumen Pers ini kita juga bisa menyaksikan proses digitalisasi koran-koran Kuno. Ada lebih dari satu juta eksemplar media cetak dari seluruh Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda yang sudah di jadikan e-paper. Jadi kita bisa menikmati tampilan koran-koran lama tersebut melalui layar komputer yang sudah di sediakan pengelola. ”Untuk koran yang sudah dijadikan e-paper adalah koran sebelum tahun 1980. Ada yang tahun 1930-an, tapi ada satu yang juga sebelum tahun 1900-an,” ungkap Trijuliani, salah satu staf Monumen Pers Indonesia. 

 
 


 Koleksi koran-koran kuno yang dipamerkan di Monumen Pers.Koran tertua yang ada di sini adalah 1876 dengan nama Nederlandsch Indie.

Koran-koran yang sudah dijadikan e-paper tersebut antara lain; Penyebar Semangat, Asia Raya, Udaya, Tjaja India, Star Weekly, Poestaka Timoer, Noroel Islam, Pantja Raja dan lain sebagainya. Untuk bisa menyaksikan ini semua, tidak punggut biaya atau gratis. Monumen Pers juga menyediakan pemandu jika pengunjung menginginkan. Monumen Pers buka setiap hari, bahkan hari minggu pada jam 08.00-16.00. 


  Salah seorang pengunjung sedang menyaksikan Koran-koran kuno yang sudah didigitalisasi. Ada banyak koran kuno yang sudah bisa disaksikan dengan tampilan e-paper.

Monumen ini beralamat di jalan Gajah Mada 59  atau 500 kilometer ke arah utara dari Jalan Slamet Riyadi, Solo. Sangat mudah untuk di jangkau. 


Bisa juga baca ini:

http://www.jakpost.travel/news/learning-indonesias-press-history-in-solo-zcJyIxmus6OeDLvZ.html



 Kamera Kuno yang terdiri dari lensa dan sasis(tempat klise) digunakan sekitar tahun 1960-an.


 Salah satu koleksi foto yang ada di ruang pamer. Banyak foto-foto peristiwa penting negeri ini yang bisa disaksikan disini

 Suasana Perpustakaan yang berada di salah satu ruangan di Monumen Pers. Perpustakaan dibuka untuk umum, kebanyakan pengunjungnya adalah mahasiswa

 Proses digitalisasi koran-koran kuno. Hingga kini proses digitalisasi terus dilakukan. Dengan menggunakan tiga unit peralatan, setiap harinya 600 halaman berhasil didigitalisasi.
 
 Berbagai jenis koran dari seluruh Indonesia menjadi salah satu koleksi Monumen Pers Indonesia.
 
 Pengunjung sedang berfoto-foto di antara foto-foto yang disajikan di ruang pamer Gedung Induk Monumen Pers Nasional.

 

Patung Perintis Pers Indonesia. Mereka adalah; R.M. Bintari, Dr. Danudirja Setiabudhi,  Dr. Abdul Rivai, R. Bakrie Soeriatmadja dan Soetopo Wonobojo (dari kiri ke kanan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar